Scroll untuk membaca artikel
Minggu, 12 Maret 2023 | 12:50 WIB

Hasil Pantauan dan Penyelidikan Terhadap Pelanggaran HAM Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)

Roman Kudev
Hasil Pantauan dan Penyelidikan Terhadap Pelanggaran HAM Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)
Ilustrasi ginjal (Robina Weermeijer / Unsplash)

Depok.suara.com - Komnas HAM menerima pengaduan masyarakat terkait merebaknya kasus gangguan ginjal misterius yang kemudian dikenal dengan istilah Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak di Indonesia sepanjang tahun 2022.

Mandat dan kewenangan untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan sebagaimana diatur dalam pasal 89 ayat (3) Nomor 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang mengutamakan asas impersialitas independensi dan transparansi, Komnas HAM RI membentuk tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI.

Penegakan dan pemenuhan HAM bagi kelompok marginal dan rentan terutama terhadap anak yang mayoritas menjadi korban dalam kasus GGAPA.

Baca Juga:Kader PKS Ungkap Alasan Ahok Harus Dipecat Buntut Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Komnas HAM pun melakukan proses pemantauan dan penyelidikan, termasuk "melakukan pemantauan lapangan ke sejumlah keluarga korban, baik korban penyintas maupun korban meninggal dunia."

Tak cuma itu, Komnas HAM juga memanggil dalam rangka permintaan keterangan dari BPOM, Kementerian Kesehatan, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri dan Perusahaan dalam bidang industri farmasi.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta keterangan ahli dari ahli epidemiologi, ahli hukum kesehatan, dan ahli farmakologi.

Adapun temuan Komnas HAM terkait kasus GGAPA pada anak di Indonesia, yakni:

1. Sepanjang tahun 2022 sampai 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.

Baca Juga:PROFIL LENGKAP Istri Moeldoko Meninggal Hari Ini, Keluarga Kaya Raya Tapi Tetap Sederhana

2. Kasus gangguan ginjal akut akibat keracunan obat sirop pernah terjadi di berbagai negara lain

3. GGAPA disebabkan keracunan EG/DEG dalam produk obat sirop

4. Kurang dan lambatnya informasi publik dari pemerintah

5. Tindakan tidak efektif dalam proses pengawasan sistem kefarmasian

6. Buruknya koordinasi antar lembaga otoritatif dan industri dalam sistem pelayanan kesehatan dan kefarmasian 

7. Proses penegakan hukum

8. Tidak maksimalnya penanganan korban dan keluarga korban

9. Permasalahan regulasi dan tata kelola kelembagaan

"Hasil analisa data korban, dugaan kasus GGAPA yang diterima oleh Kemenkes RI per 1 Maret 2023 ditemukan sebanyak 408 laporan. Namun yang disampaikan ke publik sejauh ini hanya 326 kasus dengan rincian 46 kasus terkonfirmasi, 106 kasus probable, 36 kasus suspect serta 138 tidak ada keterangan," tulis Komnas HAM dalam siaran pers resminya.

Adanya selisih 82 laporan lain yang 22 di antaranya dinyatakan bukan gangguan ginjal akut dan 60 kasus lainnya tidak ada keterangan jelas dengan alasan pulang paksa, pulang atas persetujuan dokter, dirujuk, dirawat, sembuh dan meninggal dunia.

Mayoritas pasien dari 82 laporan tersebut, 78 di antaranya adalah anak dan 4 lainnya dewasa atau lansia.

"Terkait temuan kasus pada tahun 2023, belum ada penjelasan lebih lanjut terkait pasien yang dinyatakan suspek, terutama dalam jumlah yang belakangan diketahui sebanyak 8 pasien dan baru 1 pasien yang dinyatakan negatif.

Tidak semua korban dilakukan pengujian toksilogi (kurang lebih 40 korban) dengan berbagai dasar dan alasan, di antaranya korban telah terlebih dahulu meninggal dunia.

"Paling tidak, hingga 5 Oktober 2022 (sebelum pengujian toksikologi) korban meninggal dunia mencapai kurang lebih 115 orang.

Pasien yang mendapat terapi atidotum hanya kurang lebih 36 orang dari jumlah keseluruhan korban.

Berita Terkait

Tag

terpopuler

Ragam

Terkini

Loading...
Load More
Ikuti Kami

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda