Depok.suara.com - Setidaknya 180 etnis Rohingya yang terdampar di laut selama berminggu-minggu setelah meninggalkan Bangladesh pada November dikhawatirkan tewas. Hal ini karena kapal reyot mereka diperkirakan telah tenggelam bulan ini.
Dimuat dari CNA, menngutip laporan Badan dan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan kapal yang tidak layak laut itu mungkin tenggelam setelah hilang di laut.
"Kerabat telah kehilangan kontak," tulis UNHCR di Twitter pada Sabtu (24 Desember). "Mereka yang terakhir berhubungan menganggap semuanya sudah meninggal."
Lebih dari 1 juta pengungsi Rohingya dari Myanmar tinggal di kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh yang mayoritas Muslim, termasuk puluhan ribu yang melarikan diri dari Myanmar setelah militernya melakukan penumpasan mematikan pada tahun 2017.
Baca Juga:Dipuji Kritikus, Film Avatar 2 Raup Cuan Rp 13,33 Triliun
Di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, sebagian besar Muslim Rohingya ditolak kewarganegaraannya dan dipandang sebagai penyusup, imigran ilegal dari Asia Selatan.
Namun di Bangladesh, mereka hampir tidak memiliki akses untuk bekerja.
Pelaku trafiking sering memikat mereka untuk melakukan perjalanan berbahaya dengan janji pekerjaan di negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia.
Menantang dahaga, kelaparan, dan penyakit, para pengungsi sering berakhir hanyut di perairan internasional setelah meninggalkan Bangladesh selatan dengan harapan menemukan makanan, pekerjaan, dan tempat berlindung di tempat lain di Asia.
Pekan lalu, dua kelompok aktivis Rohingya Myanmar mengatakan hingga 20 orang meninggal karena kelaparan atau kehausan di atas kapal yang terdampar di laut selama dua minggu di lepas pantai India. Kapal yang membawa sedikitnya 100 orang itu dikatakan berada di perairan Malaysia.
Awal bulan ini, angkatan laut Sri Lanka menyelamatkan 104 orang Rohingya yang terapung-apung di lepas pantai utara pulau Samudera Hindia itu.
Baca Juga:Catatan Akhir Tahun, Harga Kripto Babak Belur Investor Kabur
UNHCR telah mendesak negara-negara di kawasan untuk membantu mengurangi krisis kemanusiaan, sementara para pengungsi sendiri telah mengimbau dunia untuk tidak melupakan penderitaan mereka.